Dalam filosofi dasar Nusantara dikenal adanya motto “Memayu hayuning bawana” atau menyelematkan dan mensejahterakan alam semesta raya”. Identik dengan doktrin Islam yakni ”Hablumin alami”. Oleh sebab itu dalam menghargai sesama mahkluk Tuhan Seru Sekalian Alam, nenek moyang menamakan bumi dengan Ibu dan angkasa (langit) dengan Bapa (ayah). Dan sebagai negara agraris telah dipetakan adanya “Pawukon” yakni
Ilmu Perbintangan Jawa (30 rasi berumur 210 hari) dan
pedoman perputaran iklim yang memiliki siklusnya masing – masing yang
disebut dengan “PranataMangsa” yang dikenal sejak abad XIX SM, dua abad sebelum di temukannya ilmu perbintangan purba bangsa Peru.
A. FILOSOFI IBU BUMI
Bumi oleh nenek moyang disebut sebagai Ibu Bumi,
Ibu Pertiwi atau Ibu Shinta. Mengapa karena bumi sebagai tempat dimana manusia lahir dan ke
mana jasad kelak berbaring. Bumi yang
memberikan kehidupan seluruh mahkluk hidup di dunia ini.
Manusia makan dan minum dari sari – sarinya bumi lewat flora-fauna
maupun air.
Oleh sebab itu setiap bapak tani memulai menanam padi ataupun
memanennya senantiasa diiringi dengan upacara ritual termasuk rasa
syukur dengan istilah sedekah bumi, bersih desa dll.
Mereka pantang pula meludah langsung ke bumi. Kini bumi dikotori,
diperah, dijarah, dibor tanpa adab. Maka peristiwa Lapindo nampaknya merupakan pelajaran yang amat berharga. Secara filosofis bisa jadi menyiratkan makna bahwa “laku-lampah bangsa Indonesia ini telah penuh dengan lumpur dosa”.
B. BAPA KUASA
Langit disebut dengan Bapa Angkasa atau Bapa Kuasa? Mengapa?
Manusia masih dapat bertahan hidup dengan tidak makan maupun minum
yang dihasilkan dari bumi.
Namun manusia tidak akan mungkin mampu hidup tanpa oksigen (udara)
selama 2 jam saja, yang diberikan oleh angkasa raya ini.
Oleh sebab itulah dinamakan Bapa Kuasa (bukan Bapa Maha Kuasa).
Karena demikian vital ke
dua mahkluk Tuhan Seru Sekalian Alam tersebut keduanya selalu disebut
dalam setiap doa mereka. Sedang sebutan bagi Yang Maha Kuasa adalah “GUSTI” yang
digambarkan dengan “Cedhak tanpa senggolan adoh tanpa wangenan, lan
tak kena kinaya ngapa” (Dekat tiada bersentuhan jauh tanpa batas dan
tiada dapat diserupakan dengan apapun juga).
C.TANAH AIR
Keberadaan keduanya yakni Ibu Bumi dan Bapa Kuasa yang
dilambangkan merah dan putih adalah merupakan tanah air – atau
tumpah darah. Bangsa barat hanya mengenal istilah “Father Land”
saja. Oleh sebab itulah warna merah dan
putih disamping melambangkan tanah air juga asal muasal terjadinya manusia dari sel darah merah (Sang Ibu) dan
darah putih (Sang Bapa) yang unsurnyadisamping: bumi dan
udara juga air dengan api (panas).
Oleh sebab itu manusia dianggap sebagai mikro kosmos, yang juga memiliki miniatur kutup utara (Iceland), yakni kepala dan
kutub selatan (greenland) yakni kedua belah kaki serta anasir kehidupan tadi dalam organ manusia.
Maka untuk menghormati keberadaan asal usul manusia tersebut oleh
Kerajaan Majapahit yang kala itu mengembangkan agama “Siwa – Buddha Tatwa”, dijadikan umbul-umbul “Gula-Klapa”
D. PAWUKON & PRANATA MANGSA
Ilmu perbintangan Jawa adalah terkaya karena berjumlah 30 rasi yang
siklusnya 7 (tujuh) hari yang dimulai setiap hari Ngaad (Minggu), yang
ditandai dengan rasi pertama “Shinta” (Sang Ibu) dan terakhir (ke 30) “Prabhu Watu Gunung”
(Sang anak sekaligus suami). Adapun nama–nama haripun menggunakan lambang planet yakni: Radi/Radite (Senin)=Matahari; Anggara (Selasa)=Mars; Respati/Wrahespati=Yupiter;
Budo (Rabo)=Mercurius; Sukro (Kamis)=Venus; Soma (Jumat)=Rembulan dan Sinta (Saptu)=Bumi (dunia). Filosofi awal (Matahari)
dengan akhir (Bumi) kembali termanifestasi ke dalam huruf HA dan NGA
yang luluh menjadi “HONG”. Sejalan dengan Alkitab Wahyu 22 : 13 “DIA – lah yang Awal dan Yang Akhir”. Aku adalah Alpha & Omega“, juga Al-Qur’an Surat Al Hadid 57:3 “DIA
– lah yang awal dan akhir, Yang Lahir dan Yang Batin. DIA
Maha Mengetahui Segalanya”. Dan dalam alphabetik Jawa ” HA NA CA RA KA”
bila dibalik ternyata identik dengan huruf Arab yang bunyinya “Qur’an”.
Dan huruf Jawa yang jumlahnya 20
itu bukankah memiliki makna filosofis tentang “Sangkan Paraning Dumadi”?
Bukankah 20 itu merupakan sifat – sifat Sang Khaliq sendiri.
E. KEBENARAN FILOSOFI NUSANTARA
Disamping filosofi tersebut dalam dunia pewayangan dalam awal dan akhir pementasan selalu didahului dan diakhiri dengan “Gunungan” yang merupakan simbul alam semesta raya. Oleh sebab itu sehebat apapun manusia dia hanyalah wayang belaka maka pemahaman “sak derma hanglakoni” (sekedar menjalankan ketentuan Tuhan Seru Sekalian Alam) adalah benar adanya. Dalam buku “Menguak Hiruk Pikuk Tahun 2005-2006, Menunggu Munculnya Semar Super Seiring Suro 1938 SJ” salah satu bahasannya adalah adanya “Pencanangan Semiliar Pohon“. Sembari menunggu hasil kongkrit
konferensi Pemanasan Global dan Perubahan Iklim,
mari kita berjuang bersama – sama
menyelamatkan bumi seisinya secara syariati dan secara batini.
Kita rekat kembali dan hayati filosofi Nusantara “Memayu Hayuning Bawana” & “Ngawula dumateng kawulaning GUSTI”.
Ajaran illahi akan kembali ke
diri ummat manusia,Ajaran itu datang melalui wahyu sebagai penenang /
pengingat, karena Ia merupakan rangkuman perjalanan semesta beserta
isinya sebelum dan sesudah…dengan wahyu manusia bisa di
ukur kapasitasnya, Al Quran Surat Albaqarah 29. ”
Maka Dia menjadikannya tujuh langit dalam dua masa. Dia
mewahyukan pada tiap-tiap langit urusannya. Dan Kami hiasi langit yang
dekat dengan bintang-bintang yang cemerlang dan Kami
memeliharanya dengan sebaik-baiknya. Demikianlah ketentuan Yang
Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui”. hal terkait menurut sejarah ajaran leluhur Nuswantara ada 7 tingkatan di urut dari strata paling bawah :
1.Manggala Kasungka2.Manggala Seba
3. Manggala Raja
4. Manggala Wening
5. Manggala Wangi
6. Manggala Agung
7. Manggala Hyang.
tujuh hal tersebut menjadi takaran para
leluhur untuk mengukur kualitas manusia. Jejak ajaran ini ada di
Nuswantara, kemudian terangkum dalam ajaran Illahi (Alquran) sampai di
pahami penjuru semesta,hanya kemudian ada yg menyalahgunakan untuk
saling menghancurkan. Untuk itu mari kita bangun Nuswantara dengan ajaran Illahi yang
telah di terapkan oleh leluhur hingga mencapai peradaban luhur yang
bertatanan adiluhung,untuk generasi masa depan, yang
berbudi pekerti luhur.
QS. Al-Alaq 1-4 (terjemahan) :”Bacalah, dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmu-lah yang Maha Mulia. Yang mengajar (manusia) dengan Kalam.”
Dalam Brahama Sutra disebutkan : “Hanya ada satu Tuhan, tidak ada yg kedua. Tuhan tidak berbilang sama sekali”.
Q.S.Al-Baqarah(2):213:”Manusia itu adalah umat yang satu.
(setelah timbul perselisihan), maka Allah mengutus para nabi,
sebagai pemberi peringatan, dan Allah menurunkan bersama mereka Kitab yang benar, untuk memberi keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan. Tidaklah berselisih tentang Kitab itu melainkan orang yang telah didatangkan kepada mereka Kitab, yaitu setelah datang kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata, karena dengki antara mereka sendiri. Maka Allah memberi petunjuk orang-orang yang beriman kepada kebenaran tentang hal yang mereka perselisihkann itu dengan kehendak-Nya. Dan Allah selalu memberi petunjuk orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus.
AGAR TIDAK ADA LAGI KEKERASAN DI SEMUA SISI KEHIDUPAN,BAIK FISIK MAUPUN SEPIRITUAL…NYAWIJI MARANG HYANG WIDHI..BERTAOHID..maka JAYA NUSWANTARA….
Bhinneka Tunggal Ika : Berbeda tapi satu tujuan
Menjadi budaya pribadi dan bangsa menuju pendidikan antar bangsa.
Capai perdamaian, hak asasi, demokrasi, pembangunan berkelanjutan,
dunia sejahtera. Membangun budaya pribadi yang mandiri.
Siap trampil yang hakiki mengisi masa depan gemilang.
Membangun negara, hapus diskriminasi, lindungi lingkungan, padukan nilai kemanusiaan. Kontemporer, tradisional secara berimbang, adil dan manusiawi. Membangun dunia, terus tebarkan rahmat, tanamkan ta’aruf kemanusiaan. Ajaran Illahi untuk semua. …Ajaran Illahi untuk semua….
Tidak ada komentar:
Posting Komentar