SELINTAS MENGENAL AGAMA KONGHUCU
·AGAMA KONGHUCU, JI KAUW, RU JIAO
Agama Konghucu dikenal pula sebagai Ji Kauw
(dialek Hokian) atau Ru Jiao (Hua Yu), yang berarti agama yang mengajarkan
kelembutan atau agama bagi kaum terpelajar. Agama ini sudah dikenal sejak 5.000
tahun lalu, lebih awal 2.500 tahun dibanding usia Kongzi sendiri.
·KONGZI, KHONGCU, CONFUCIUS
Kongzi (Hua Yu) atau Khongcu (dialek Hokian)
atau Confucius (Latin) adalah nama nabi terakhir dalam agama Konghucu. Ia lahir
tanggal 27, bulan 8, tahun 0001 Imlek atau 551 sM. Kongzi adalah nabi terbesar
dalam agama Konghucu dan oleh sebab itu banyak orang yang kemudian menamai Ru
Jiao sebagai Confucianism, yang kemudian di Indonesia dikenal sebagai Agama
Konghucu.
Sebagai bukti akan kebesaran Kongzi atau Nabi
Khongcu, tahun pertama dari penanggalan Imlek dihitung sejak tahun
kelahirannya. Padahal penanggalan Imlek diciptakan pada jaman Huang Di,
2698-2598 sM dan telah digunakan sejak Dinasti Xia, 2205-1766 sM. Penetapan
tahun pertama ini dilakukan Kaisar Han Wu Di dari Dinasti Han pada tahun 104 sM.
Nabi pertama yang tercatat dalam sejarah Ru Jiao
adalah Fu Xi, hidup pada 30 abad sM, yang mendapat wahyu dan menuliskan Kitab Yi
Jing atau Kitab Perubahan. Fu Xi beristrikan Nabi Nu Wa, yang menciptakan Hukum
Perkawinan. Sejak saat itu anak bukan lagi dianggap anak ibu saja, melainkan
juga anak ayah. Selain Nu Wa, di dalam Ru Jiao dikenal nabi perempuan lain,
yaitu Lei Zu, Jiang Yuan dan
Tai Ren. Nabi lain yang masih dikenal antara
lain Huang Di, Yao, Sun, Xia Yu, Wen, Zhou Gong atau Jidan dan terakhir Kongzi.
Kitab Yi Jing yang kita kenal sekarang tidak ditulis oleh Fu Xi belaka, namun
ditulis dan disempurnakan oleh 5 (lima) nabi yang mendapat wahyu dalam tempo
berlainan, yaitu : Fu Xi, Xia Yu, Wen, Zhou Gong dan Kongzi.
Kitab suci agama Konghucu sampai pada bentuknya
yang sekarang mengalami perkembangan yang sangat panjang. Kitab suci yang tertua
berasal dari Yao (2357-2255 sM) atau bahkan bisa dikatakan sejak Fu Xi (30 abad
sM). Yang termuda ditulis cicit murid Kongzi, Mengzi (wafat 289 sM), yang
menjabarkan dan meluruskan ajaran Kongzi, yang waktu itu banyak diselewengkan.
Kitab suci yang berasal dari Nabi Purba sebelum
Kongzi, ditambah Chunqiujing (Kitab atau Catatan Jaman Cun Ciu/ Musim Semi dan
Musim Rontok) yang ditulis sendiri oleh Kongzi, sesuai dengan wahyu Tian,
kemudian dihimpun Kongzi dalam sebuah Kitab yang disebut Wujing. Beberapa saat
sebelum wafat, Nabi Kongzi mempersembahkan Wujing dalam persembahyangan kepada
Tian.
Wu Jing terdiri atas : (i) Shijing (Kitab Sanjak),
yang berisi nyanyian religi, puji-pujian akan keagungan Tian dan nyanyian untuk
upacara di istana, (ii) Shujing (Kitab Dokumentasi Sejarah Suci), yang berisi
sejarah suci Agama Konghucu, (iii) Yijing, berisi tentang penjadian alam
semesta, sehingga mereka yang menghayati Kitab ini akan mampu menyibak takbir
kuasa Tian dengan segala aspeknya, (iv) Lijing (Kitab Kesusilaan), yang berisi
aturan dan pokok-pokok kesusilaan dan peribadahan, serta (v) Chunqiujing.
Pokok-pokok ajaran dan sabda-sabda Nabi Kongzi
sendiri, kemudian dihimpun oleh murid-muridnya dalam sebuah Kitab Suci yang
disebut Si Shu (Kitab Suci Yang Empat), yang terdiri atas : (i) Daxue (Ajaran
Agung/Besar) yang berisi bimbingan dan ajaran pembinaan diri, keluarga,
masyarakat, negara dan dunia. Daxue ditulis oleh Zengzi atau Zengshen, murid
Kongzi dari angkatan muda, (ii) Zhongyong (Tengah Sempurna) yang berisi
ajaran keimanan Agama Konghucu. Zhongyong ditulis oleh Zisi atau Kongji, cucu
Kongzi, (iii) Lunyu (Sabda Suci) yang berisi percakapan Kongzi dengan
murid-muridnya. Kitab ini dibukukan oleh beberapa murid utama Kongzi, yang waktu
itu berjumlah 3.000 murid, dimana 72 orang diantaranya tergolong murid utama,
dan (iv) Kitab Mengzi yang ditulis Mengzi.
Ru Jiao atau agama Konghucu adalah agama monoteis,
percaya hanya pada satu Tuhan, yang biasa disebut sebagai Tian, Tuhan Yang Maha
Esa atau Shangdi (Tuhan Yang Maha Kuasa). Tuhan dalam konsep Konghucu tidak
dapat diperkirakan dan ditetapkan, namun tiada satu wujud pun yang tanpa Dia.
Dilihat tiada nampak, didengar tidak terdengar, namun dapat dirasakan oleh orang
beriman.
Dalam Yijing dijelaskan bahwa Tuhan itu Maha
Sempurna dan Maha Pencipta (Yuan); Maha Menjalin, Maha Menembusi dan Maha Luhur
(Heng); Maha Pemurah, Maha Pemberi Rahmat dan Maha Adil (Li), dan Maha Abadi
Hukumnya (Zhen).
Sifat kodrati atau watak sejati manusia (Xing)
menurut Agama Konghucu adalah bersih dan baik, karena berasal dari Tian sendiri.
Agar sifat baik ini bisa terpelihara, maka manusia perlu berupaya hidup di dalam
Jalan yang diridhoi Tuhan (Jalan Suci, Dao). Bimbingan agar manusia dapat hidup
dalam Jalan Suci disebut agama. Dengan demikian menjadi jelas bahwa agama
diciptakan oleh Tuhan dan disampaikan oleh para nabi untuk kepentingan umat
manusia.
Menyadari bahwa agama-agama diturunkan Tuhan
lewat para nabi untuk kepentingan umat manusia, maka umat Konghucu wajib hidup
penuh susila, tepasalira, penuh toleransi dan penghormatan kepada umat agama
lain, atas dasar keyakinan bahwa agama-agama atau Jalan-Jalan Suci itu semuanya
berasal dariNya.
Seperti halnya ajaran pokok agama lain, dalam agama
Konghucu dikenal hubungan vertikal antara manusia dengan Sang Khalik dan
hubungan horizontal antara sesama manusia. Dalam kosa kata Agama Konghucu
disebut sebagai Zhong Shu, Satya kepada (Firman) Tuhan, dan Tepasalira (tenggang
rasa) kepada sesama manusia. Prinsip Tepasalira ini kemudian ditegaskan dalam
beberapa sabdanya yang terkenal, “Apa yang diri sendiri tiada inginkan, jangan
diberikan kepada orang lain” dan “Bila diri sendiri ingin tegak (maju),
berusahalah agar orang lain tegak (maju)”. Kedua sabda ini dikenal sebagai
“Golden Rule” (Hukum Emas) yang bersifat Yin dan Yang.
Dalam berbagai kesempatan Kongzi menekankan
pentingnya manusia mempunyai “Tiga Pusaka Kehidupan”, “Tiga Mutiara Kebajikan”
atau “Tiga Kebajikan Utama”, yaitu : Zhi, Ren dan Yong. Ditegaskan bahwa, “Yang
Zhi tidak dilamun bimbang, yang Ren tidak merasakan susah payah, dan yang Yong
tidak dirundung ketakutan”.
Zhi berarti wisdom dan sekaligus enlightenment
(Bijaksana dan Tercerahkan/Pencerahan). Bijaksana dapat diartikan pandai, selalu
menggunakan akal budinya, arif, tajam pikiran, mampu mengatasi persoalan dan
mampu mengenal orang lain. Pencerahan atau yang Tercerahkan, berarti mampu
mengenal dan memahami diri sendiri, termasuk di dalamnya mampu mengenal yang
hakiki. Untuk mencapai Zhi, manusia harus belajar keras, dengan menggunakan
kemampuan dan upaya diri sendiri. Agama, para Nabi dan atau Guru Agung hanya
bisa membantu, namun untuk mencapainya adalah dari upaya diri sendiri. Orang
yang ingin memperoleh Zhi, berarti ia harus belajar keras untuk meraih
Kebijaksanaan dan sekaligus Pencerahan (batin).
Ren berarti Cinta Kasih universal, tidak terbatas
pada orang tua dan keluarga sedarah belaka, namun juga kepada sahabat,
lingkungan terdekat, masyarakat, bangsa, negara, agama dan umat manusia. Ren
bebas dari stigma masa lalu dan tidak membeda-bedakan manusia dari latar
belakang atau ikatan primordialnya. Ren tidak mengenal segala bentuk
diskriminasi atau pertimbangan atas dasar kelompok. Meski berasal dari satu
kelompok, bila seseorang bersalah atau melanggar Kebajikan, maka bisa saja kita
berpihak kepada orang yang berasal dari kelompok berbeda namun benar-benar
berada dalam Kebajikan. Ren dalam pengertian agama Konghucu selalu didasari
pada sikap ketulusan, berbakti, memberi, bukan meminta atau menuntut balasan
dalam bentuk apapun. Namun perlu diingat bahwa Ren tidak berarti mencinta tanpa
dasar pertimbangan baik dan buruk. Dalam salah satu sabdanya Kongzi mengatakan
bahwa “Orang yang berperi-Cintakasih bisa mencintai dan membenci”. Mencintai
Kebaikan dan membenci Keburukan. Balaslah Kebaikan dengan Kebaikan; Balaslah
Kejahatan dengan Kelurusan”. Di sini berarti siapa pun yang bersalah, harus
diluruskan, dihukum secara adil dan diberi pendidikan secara optimal agar dapat
kembali ke jalan yang benar. Setelah berada di jalan yang benar, kita tidak
boleh terkena stigma, menilai atas dasar masa lalu seseorang.
Yong sering diartikan Berani atau Keberanian. Namun
yang dimaksud dengan Yong, bukanlah keberanian dalam “k” kecil. Berani melawan
harimau dengan tangan kosong, berani menyeberangi bengawan tanpa alat bantu,
bukanlah Keberanian yang dimaksud Kongzi. Yang dimaksud dengan Keberanian di
sini adalah Berani karena Benar, Berani atas dasar Aturan atau Kesusilaan,
Berani atas dasar rasa Tahu Malu. Suatu ketika Kongzi berkata, “Bila memeriksa
ke dalam diri aku telah berada dalam Kebenaran, mengapa aku harus merasa
takut?. Namun bila aku bersalah, kepada anak kecil pun aku tidak Berani”.
Yong juga diartikan sebagai Keberanian untuk
melakukan koreksi dan instrospeksi diri. Bila bersalah, kita harus Berani
mengakui kesalahan tersebut dan sekaligus Berani untuk mengkoreksinya. Nabi
Kongzi berkata, “Sungguh beruntung aku. Setiap berbuat kesalahan, selalu ada
yang mengingatkannya”. Ditambahkan, “Sesungguh-sungguhnya kesalahan adalah bila
menjumpai diri sendiri bersalah, namun tidak berusaha untuk mengkoreksi atau
memperbaikinya”. Maka seorang yang berjiwa besar adalah orang yang berani
belajar dari kesalahan.
Oleh Mengzi, Yong kemudian dijabarkan sebagai Yi
(Kebenaran) dan Li (Kesusilaan, Tahu Aturan, Ketertiban atau Hukum). Bila
seseorang mampu menjalani Ren, Yi, Li dan Zhi dengan baik, maka ia diharapkan
mampu menjadi seorang Junzi (Kuncu), atau orang yang beriman (dan tentu saja
berbudi pekerti luhur). Dalam Islam disebut “Insan Kamil”. Dengan demikian
diharapkan ia akan menjadi manusia yang terpercaya atau Dapat Dipercaya (Xin).
Pokok ajaran Ren, Yi, Li, Zhi dan Xin atau, inilah yang biasa disebut sebagai
“Lima Kebajikan” atau Wu Chang.
Agama Konghucu dipeluk berbagai bangsa di : Asia, Amerika dan Eropa. Negara yang penduduknya banyak menganut agama atau setidaknya memahami ajaran atau filosofi Konghucu (Ru Jiao): Hongkong, Indonesia, Jepang, Korea, Malaysia, Mongolia, Singapura, Taiwan, Tiongkok dan Vietnam. Di beberapa negara, hari kelahiran Kongzi bahkan diperingati setiap tahun dengan berbagai acara ritual dan prosesi keagamaan, seminar dan ditetapkan sebagai Hari Libur.
Agama Konghucu adalah salah satu dari 12 agama
besar dunia yang diakui “Perserikatan Bangsa-Bangsa” (PBB). Menurut survai PBB
tahun 1956, yang dimuat dalam Reporter” Nomor 22, “Religion and Its Followers
Throughout the World”, pemeluk agama Konghucu berjumlah 300.290.500 jiwa. Dalam
Undang-Undang Nomor1/PNPS/1965 jo. Undang-Undang Nomor5/1969,dijelaskan bahwa “agama-agama yang banyak dianut penduduk Indonesia adalah Islam, Kristen,
Katolik, Hindu, Buddha dan Konghucu (Confusius)………...”.
Di Indonesia sendiri, kedatangan agama Konghucu
diperkirakan telah terjadi sejak akhir jaman pra sejarah, terbukti dari
ditemukannya benda pra sejarah seperti kapak sepatu yang terdapat di Indo China
dan Indonesia, yang tidak terdapat di India dan Asia Kecil. Penemuan ini
membuktikan telah terjadi hubungan antara kerajaan-kerajaan yang terdapat di
daratan yang kita kenal sekarang sebagai Tiongkok dengan Indonesia, baik secara
langsung atau tidak langsung melalui Indo China. Perlu diketahui bahwa pendiri
Dinasti Xia, dinasti pertama dalam sejarah Tiongkok kuno, adalah Xia Yu, yang
merupakan orang Yunan, atau nenek moyang bangsa Melayu.
Mengingat masuknya Islam ke Indonesia banyak dibawa
saudagar atau orang Tionghoa, sedangkan agama asli orang Tionghoa adalah Ru Jiao
(Konghucu) dan Da Jiao (Tao), maka dapat dipastikan bahwa masuknya Islam,
Konghucu dan Tao berbarengan, sekitar abad XIII.
Tempat ibadah Konghucu adalah Litang, Miao (Bio),
Kongzi Miao, Khongcu Bio dan Kelenteng. Litang, selain merupakan tempat
sembahyang, juga merupakan tempat kebaktian berkala (biasanya setiap hari Minggu
atau tanggal 1 dan 15 penanggalan Imlek). Di sini umat mendapat siraman rohani
(khotbah) dari para rohaniwan. Miao dan Kelenteng biasanya hanya merupakan
tempat sembahyang. Kalau pun ada kebaktian, biasanya ditempatkan di ruangan yang
terpisah agar tak terganggu aktivitas sembahyang. Di samping menjadi tempat
ibadah agama Konghucu, Kelenteng biasanya juga menjadi tempat ibadah agama Tao
dan agama Buddha Mahayana.
Rohaniwan agama Konghucu terdiri atas : Xueshi,
Wenshi, Jiaosheng, Zhanglao dan Ketua-Ketua/Pimpinan-Pimpinan Majelis dan atau
Tempat Ibadah. Sebelum menjadi Xueshi (biasa disingkat Xs), harus melalui
jenjang Wenshi (Ws). Sebelum menjadi Wenshi, harus melalui jenjang Jiaosheng
(Js). Tokoh yang sudah mencapai tingkatan sesepuh atau sangat senior di sebut
Zhanglao (Zl).
Setiap rohaniwan, sesepuh dan para pimpinan
tempat ibadah yang memegang mandat dan Surat Pengangkatan dari Dewan Pengurus
Majelis Tinggi Agama Konghucu Indonesia (MATAKIN) dan atau menerima Surat Liyuan
Rohaniwan (persidian, peneguhan iman) dari Dewan Rohaniwan MATAKIN, memiliki
kewenangan:
- Menyelenggarakan kebaktian bagi umat Konghucu di daerahnya.
- Melakukan Liyuan umat.
- Memimpin berbagai upacara suci bagi umat Konghucu, sesuai Hukum Agama Konghucu, termasuk Hukum Perkawinan Agama Konghucu, yang diatur dalam Tata Agama Konghucu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar